Rabu, 22 Desember 2010

Sulur Cahaya

sengaja aku panggil engkau,
agar bisa duduk bersama menyaksikan mambang di ufuk sana
sebentar lagi berubah awan hitam

kita mulai pembicaraan, biar tidak terlalu lama engkau melongo dalam resah terasing dalam kesenyataan
akan kuajari hakikat kata; keikhlasan. nurani jiwa. jiwa yang kian tak ada di perjumpaan tiap manusia. ini adalah jiwamu jika engkau bergetar mendengarnya
sedang itu adalah tubuhmu jika kegelisahan terus menghambang di setiap jengkal langkahmu
engkau adalah hati nuranimu
bukan tubuh kosong yang berjalan hilir mudik meraung nasib. keberartian ada padamu

jika yang berpijar di tubuh itu adalah jiwa yang lapuk dan rapuh
menjadi hati di hadapan raja agungmu
fajar membias di tepian senja, sanggupkah engkau melintaskan
di dalam kalbumu, nama Tuhan, menuju puncak di langit pencakar jingga warna tubuhmu
di tanah mengecil engkau harus mengulanginya lagi, nama Tuhanmu jangan surut

pagi milikmu ketika di ambang pintu engkau telah mengetuk hanya untuk tuhan segala yang kecil bersandar pada-Nya
malam gelap berhak atas samuderamu
yang telah engkau pijari dengan sulur-sulur cahaya
mengaura dari dalam hatimu
: samudera tak bertepi.

Latee, 2006

Tidak ada komentar:

Posting Komentar